Monday, November 27, 2006

Pregnancy

Kita pulang saja, Manis. Aku lelah. Aku ingin tidur.
Walau bagaimanapun juga, Ahmad, engkau harus dengarkan aku sekali ini. Aku minta waktumu sebentar saja.
Katakan. Katakan. Aku begini cape sekarang.
Ada makhluk aku simpan dibawah jantungku sekarang. Dan makhluk ini adalah anakmu.
Anakku?
Ahmad! Kenapa engkau terkejut? Bukankah ini akibat sewajarnya dari perbuatanmu atas diriku?
Lelaki itu tudak berkata apa-apa lagi. Nyata sekali ia terkejut. Ia menjadi bapak?
Ia? Anak muda yang riang gembira dan tidak pernah tersenggol oleh masalah yang mendalam. Tidak mungkin! Tidak mungkin ada anak yang akan mengakui dirinya sebagai anakku! Selama ini fitnahan. Midah ingin diperistri.
Tiba-tiba meledak dari mulutnya:
Tidak mungkin!
Engkaulah satu-satunya orang yang kucintai.
Tidak mungkin aku memperisteri engkau.
Bukan itu maksudku. Untuk cinta ini segala-galanya kuberikan kepadamu. Juga diriku.
Apa kau pinta daripadaku sekarang?
Apa yang kupinta? Akui ini anakmu. Beri aku surat sah, bahwa ini anakmu. Aku dengan kejadian ini akan bertanggung jawab. Tetapi akui ini anakmu.
Engkau mau jebak aku.
Menjebak? Ini hanya akibat perbuatanmu.
Tidak! Engkau mau jebak aku. Engkau mau paksa aku kawini kau.
Ah, mengapa engkau tidak mengerti maksudku? Aku tahu engkau orang baik-baik, engkau anak dari keluarga baik-baik. Itu tidak kusinggung-singgung. Yang kupinta hanyalah, akui ini anakmu. Kelak nanti kalau engkau sudah tua, mungkin dia akan bertanya kepadaku siapa bapaknya. Dan dengan tiada ragu aku akan dapat katakan, engkaulah bapaknya. Engkau mau jebak aku. Apa gunanya menjebak engkau? Apakah keuntunganku? Pengakuan itu hanya untuk kepentingan anak itu sendiri.
Untuk kau sendiri?
Untukku, aku sanggup derita segala-galanya karena cintaku kepadamu.
Penipu!
Mengapa baru sekarang kauucapkan. Mengapa tidak dahulu?
Penipu!
Mengapa baru sekarang kau ucapkan. Mengapa tidak dahulu?
Penipu!
Apakah jahatnya menipu untuk kepentingan anakmu sendiri?
Aku tidak punya anak! Tidak!
Cahaya di mana ada makhluk tergolek menjadi terang. Midah dengar makhluk itu menjerit-jerit memanggilnya. Ia ingin segera pergi. Tapi ia harus selesaikan urusannya dulu.
Sebelum anak ini lahir, bapaknya sudah tidak mengakui. Apakah jadinya anak ini kelak?
Jangan kau coba agar aku mengakui ini lagi.
Anak siapa ini?
Anak siapa? Bukankah ada banyak lelaki lain di ranjangmu?
Ya, Tuhan! Midah menyebut. Kemudian ia tak bisa meneruskan. Dadanya sesak. Cengkeramannya pada baju lelaki itu dilepaskannya. Dan akhirnya:
Kalau betul tuduhanmu itu, setidak-tidaknya karena cintaku kepadamu semua itu terjadi.
Omong kosong. Kau mau tipu aku.
Lama Midah tidak bisa berkata apa-apa. Kembali airmatanya yang lama bercucuran.
Akhir lambat-lambat ia keluarkan suara dari mulut-nya:
Aku tidak keberatan apabila engkau tak mau mengakui anakmu sendiri. Aku pun tidak keberatan kau tuduh bercampur dengan lelaki-lelaki lain. Baiklah semua ini aku ambil untuk diriku sendiri. Dan engkau, kak, engkau boleh terpandang sebagai orang baik-baik untuk selama-lamanya. Biarlah segala yang kotor aku ambil sebagai tanggung jawabku sendiri.
Ahmad pun terdiam oleh ucapan itu.
Setidak-tidaknya aku mengerti, bukan engkau tidak mau mengakui anakmu sendiri. Bukannya engkau membimbangkan cintaku kepadamu. Tapi aku kini mengetahui bahwa seorang yang kucintai itu adalah pengecut yang tidak punya keberanian sedikitpun juga. Itu pun aku tak menyesal, karena tak ada gunanya lagi. Biarlah semua itu. Hanya satu yang tidak akan terlupa olehmu: anak ini adalah anakmu.
Ia bangkit dan lambat-lambat berjalan ke arah jalan besar. Dipanggilnya beca, dan dengan tiada menawar segera ia beri perintah untuk menuju Matraman. Sepanjang jalan ia dengar pekikan Rodjali. Airmatanya telah kering. Dan akhirnya orang sadar, bahwa sekalipun penderitaan itu ditambah lima derajat lagi, jiwanya akan tetap kuat menghadapi. Sebab kalau tidak, orang tak lagi berpikir, orang dengan sendirinya telah berjalan dan berbuat tanpa sepengetahuannya: ia telah gila.


(Pramoedya Ananta Toer, Midah si manis bergigi emas, Lentera Dipantara, hal 107-110)
====================================================================================

Sekitar 2 tahun yang lalu, gue punya teman, sebut saja Bawuk. Dia pacaran dengan laki-laki yang pernah berjanji untuk menikahi dia, sebut saja Kadal. Cerita ini mungkin cukup standar ga jauh beda sama cerita-cerita yang biasa ada di rubrik curhat majalah. Mungkin juga ada di sinetron-sinetron TV yang makin ga jelas. Tapi, secara tidak langsung gue mempengaruhi dia ngambil keputusan, yang sampe sekarang gue ragu, apa saran gue bener, karena sampai sekarang pun, gue selalu salah ngambil keputusan.

Cerita standarnya adalah, Bawuk hamil. Kalau di sinetron-sinetron pasti kelanjutannya adalah, si cewe cerita pada pacar bahwa dia hamil, lalu sang pacar ngambil salah satu dari 3 alternatif solusi, yaitu: 1. Ngegugurin, 2. Menikahi dan 3. Lari dari kenyataan dengan meninggalkan si perempuan begitu saja, atau malah membunuh si perempuan.

Tapi tidak untuk Bawuk, dia hanya memberi 1 offer pada Kadal: Lo mau nikahin gue atau nggak, kalo nggak mending pergi aja dari hidup gue, tanpa memberi tahu bahwa dia hamil. Dan Bawuk juga sempat mengancam gue untuk nggak cerita ke Kadal.

Kenapa Bawuk melakukan itu?
Simple...
Bawuk lebih suka seorang pria menikahi dia karena cinta, bukan karena keterlanjuran oleh apa yang telah diperbuat, atau perasaan tanggung jawab semata-mata, tanpa cinta, karena itu lebih berupa keterpaksaan.
Hal tersebut yang menyebabkan Bawuk ingin membesarkan anak tersebut seorang diri.

Apa daya, seorang gue yang suka ikut campur, memaksa Bawuk untuk memikirkan nasib seorang anak tanpa ayah di Indonesia. Betapa kejamnya lingkungan yang menghakimi seorang anak tanpa ayah... bla.. bla.. bla.. nanti malah jatuhnya mirip cerita Bagasi.. males banget kan. But I did, gue saranin dia nikahin siapa aja yang mencintai dia, dan mau nerima anak itu seperti anaknya sendiri.

Akhirnya Bawuk menikah, Bawuk menikah tanpa cinta... Sebut saja Arjuna, yang begitu mencintai Bawuk dan mau menerima Bawuk dalam kondisi apa pun. Betapa jahatnya gue menempatkan temen gue sendiri di posisi seperti itu, tinggal dengan orang yang tidak dia cintai. Ketika orang tua Bawuk tahu bahwa Bawuk sudah dihamili Kadal ketika menikah dengan Arjuna, Bawuk diusir dari rumah orang tuanya. Dan kadal tidak peduli sedikitpun. Arjuna lah yang senantiasa mendampingi Bawuk dan berusaha meluluhkan hati Bawuk, walaupun Bawuk tidak akan pernah bisa melupakan Kadal.

Bagi Bawuk, memelihara anak Kadal sudah merupakan kebahagiaan karena, dia sendiri tidak mungkin bisa mendapatkan Kadal kembali...
====================================================================================

Cerita ala sinetron dan berita di koran ga mutu: Seorang wanita bunuh diri karena pacarnya tidak mau bertanggung jawab atas perbuatannya menghamili si wanita.

Padahal dari kedua cerita di atas, baik yang gue sadur dari PAT dan kisah nyata temen gue, seorang perempuan mati-matian mempertahankan calon anaknya yang merupakan bukti cintanya pada sang pria.

Seharusnya seorang wanita bunuh diri, kalau dia tidak hamil. Karena nyawa yang direnggut hanya nyawa sendiri dan bukan nyawa orang lain yang masih bergantung pada wanita tersebut. Seorang anak adalah titipan nyawa dan jiwa dari Tuhan yang harus dipertanggung jawabkan oleh seorang wanita, baik dengan didampingi pria maupun tidak. Kalau perempuan bunuh diri karena lelaki tidak mau bertanggung jawab, sungguh aneh, karena lebih baik si perempuan bunuh diri jika lelaki mau menikahi hanya karena semata-mata bertanggung jawab, bukan karena cinta.

Kebahagiaan terbesar adalah membesarkan anak dengan cara kita sendiri tanpa campur tangan orang lain, apalagi campur tangan dari orang yang hanya bisa mencipratkan sperma. Campur tangan dari orang yang tidak mempunyai naluri kebapakan, dan campur tangan dari orang lain yang masih mudah dihasut orang lain... Tanpa campur tangan orang lain, kita dapat memperoleh cinta yang tulus dan murni dari seseorang yang merupakan bagian dari diri kita sendiri.

Jadi siapa takut hamil? Siapa takut jadi single parent?
Bagi perempuan-perempuan hamil yang ditinggal pacar, jangan pernah putus asa apalagi mau bunuh diri... Nikmati saja kebahagiaan terbesar anda. Jangan pernah menghilangkan nyawa orang lain yang sudah dititipkan pada anda...

Just believe in karma...

Cheers...

Photobucket - Video and Image Hosting

4 Comments:

Blogger tuntas said...

makanya keperawanan harus dijaga... iya khan? biar g menyesal *halah*

5:33 PM  
Anonymous Anonymous said...

culun!

8:47 PM  
Blogger coDOT said...

gemblus!

3:44 AM  
Anonymous Anonymous said...

Suka banget tulisan ini.

11:46 PM  

Post a Comment

<< Home